Minggu, 13 Februari 2011

Sejarah Sepakbola Indonesia

Organisasi sepakbola tertinggi di Indonesia (PSSI) sudah terbentuk sejak 19 April 1930 di Yogyakarta. Hingga kini tercatat sudah ada 14 orang yang menjabat sebagai ketua umum PSSI, sejak Soeratin Sosrosoegondo (1930-1940) hingga Nurdin Halid (2003-2011) sekarang. Indonesia sendiri mengklaim sebagai negara asia pertama yang turut serta dalam ajang Piala Dunia, pada tahun 1938 Indonesia berpartisipasi pada turnamen Piala Dunia meskipun saat itu menggunakan nama Hindia Belanda (saat itu Hindia Belanda hanya sekali bermain dan kalah 0-6 dari Hungaria).
Liga Indonesia bergulir sejak tahun 1931 dengan nama Perserikatan, dengan juara pertama kali VIJ Jakarta yang mengalahkan VVB Solo di Stadion Sriwedari Solo. Pada tahun 1979 diperkenalkan sebuah kompetisi baru yaitu Galatama (Indonesia dikabarkan menjadi pioner kompetisi semi-professional dan professional di Asia selain Liga Hong Kong), yang diprakarsai oleh Acub Zaenal, juara Galatama pertama kali adalah Warna Agung. Di kompetisi inilah cikal bakal penggunaan pemain asing di kompetisi sepakbola Indonesia, Fandi Ahmad (sekarang pelatih Pelita Jaya) adalah salah satu pemain asing yang ikut berkompetisi di Galatama.
Galatama dan Perserikatan akhirnya dilebur menjadi satu dengan nama Liga Indonesia pada tahun 1994. Sebelum dilebur, Persib Bandung menjadi juara Perserikatan (mengalahkan PSM Ujungpandang 2-0, di Jakarta) untuk terakhir kalinya, sedangkan juara Galatama yang terakhir adalah Pelita Jaya setelah mengalahkan Gelora Dewata 1-0. Liga Indonesia diharapkan menjadi embrio baru sepakbola profesional di Indonesia. Pada kompetisi Liga Indonesia yang pertama kali, Persib Bandung menjadi juara setelah mengalahkan Petrokimia Putra dengan skor 1-0. Tercatat dua kali Liga Indonesia harus terhenti di tengah jalan yaitu pada tahun 1998 (Politik) dan 2006 (Gempa bantul). Liga Indonesia juga sering berubah format kompetisi, dari format satu wilayah dan dua wilayah.
Sekarang format kompetisi di Indonesia berubah kembali, masih dengan semangat menciptakan profesionalisme sepakbola, Liga Super Indonesia digulirkan sejak tahun 2008. Untuk pertama kalinya, Persipura Jayapura menjadi juara Liga Super Indonesia dengan format satu wilayah dan kompetisi penuh. Namun kendala masih saja ada untuk menciptakan profesionalisme (baca : industri) sepakbola, salah satunya adalah masih bergantungnya pendanaan klub-klub Liga Super dari dana rakyat yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Sepakbola Indonesia

Banyak pencinta sepakbola di Indonesia merasa gemas dengan prestasi sepakbola bangsa ini. Seringkali kita membaca dalam sebuah tulisan atau mendengar dari pembicaraan, betapa sulitnya mencari 11 orang laki-laki di Indonesia dari hampir 80 juta penduduk laki-laki yang berusia antara 15-64 tahun (Juli 2009, www.cia.gov), yang bisa dan mampu bermain bola setara dengan pemain sepakbola kelas dunia. Apa sebenarnya yang salah dan bagaimana pemecahannya?
Sepakbola pada dasarnya adalah permainan yang sangat sederhana, hanya berlari dan menendang dan menyundul bola. Tujuan utama dalam sebuah pertandingan sepakbola adalah sebanyak-banyaknya memasukkan bola (gol) ke gawang lawan (beberapa pelatih tim nasional Indonesia lebih memilih tidak kebobolan banyak/defensif daripada berusaha mencetak banyak gol). Sesederhana itu sebuah permainan sepakbola, tidak membutuhkan sebuah perangkat khusus untuk memainkan sepakbola, bahkan anak-anak mampu bermain sepakbola. Namun begitu sulitnya sepakbola Indonesia berprestasi, bahkan di tingkat ASEAN sekalipun.
Prestasi tertinggi di kancah ASEAN adalah memenangi Sea Games pada tahun 1991, sudah lebih dari satu dasawarsa sepakbola Indonesia tidak mampu menjadi yang terbaik di ASEAN. Di ajang Piala AFF (dulu Piala Tiger) pun Indonesia belum pernah mencicipi trofi juara. Sungguh sebuah problematika yang unik di negara yang berperingkat 5 (kelima) dalam jumlah penduduknya ini.

Solusi Bagi Sepakbola Indonesia

Sepakbola Indonesia perlu pembenahan dalam banyak hal. Perbaikan sarana dan prasarana sampai kepada pembentukan pemain yang berkualitas adalah pekerjaan rumah yang maha berat bagi sepakbola Indonesia. Namun tidak ada yang tidak mungkin, selama kita mau berusaha. Stadion di Indonesia mulai berbenah, stadion-stadion baru direncanakan mulai dibangun. Konsep pembinaan pun mulai diperhatikan dengan adanya kewajiban bagi setiap klub Liga Super untuk memiliki tim dibawah usia 21 tahun, konsep ini perlu dikembangkan dengan mewajibkan klub memiliki akademi sepakbola.
Untuk menopang segala perbaikan tersebut tentunya membutuhkan dana. Sponsor dapat diperoleh dengan meningkatkan animo masyarakat dan perbaikan mental suporter. Televisi dan internet merupakan sarana tepat untuk mempromosikan dan meningkatkan animo masyarakat untuk menonton sepakbola Indonesia. Dengan banyaknya pemberitaan dan siaran langsung pertandingan sepakbola nasional, sponsor pun akan mendapat timbal balik dengan produknya lebih dikenal oleh masyarakat. Dengan masuknya sponsor, klub akan mampu berdikari, dan tidak ada lagi alasan kesulitan mencari dana (dengan pemahaman produk/apa yang akan dijual, sebenarnya pencarian sponsor bisa dimulai dari sekarang).
Sepakbola yang enak ditonton, dan tidak membuat orang takut untuk menonton di stadion akan sangat membantu sepakbola Indonesia. Mental suporter harus berbenah, benar-benar menjadi suporter sejati, bukan hanya sebagai provokator. Kerusuhan dan keonaran yang tercipta dalam sepakbola hanya akan membawa sepakbola Indonesia terkubur lebih dalam. Disinilah suporter ditantang untuk membenahi sepakbola dalam skala nasional, bukan hanya sebuah kebanggaan terhadap sebuah klub semata. Jadi mari kita rekatkan tangan dan bersama-sama membangun sepakbola Indonesia. Salam sepakbola!

Mengapa Sepakbola Indonesia Tak Berprestasi?

Prestasi sepakbola tidak didapat secara instan, perlu proses panjang untuk menciptakan sebuah prestasi. Salah satu pendukung terciptanya jalan menuju prestasi adalah kompetisi sepakbola yang baik, dan hal pertama yang perlu diperhatikan dalam kompetisi adalah pembinaan. Dalam konteks industri sepakbola saat ini, sepakbola adalah suatu sistem. Mulai dari wadah (kompetisi, BLI/PT Liga Indonesia sebagai produser), Regulator (PSSI sebagai induk organisasi sepakbola tertinggi) hingga pelaksana (klub, suporter dan semua komponen penyelenggara pertandingan) harus bersinergi dan memiliki satu visi yang sama yaitu memajukan sepakbola Indonesia.
Industri adalah sebuah bisnis, sepakbola sebagai sebuah industri tentunya berprospek meningkatkan income. Uang memang penting, namun yang lebih penting adalah bagaimana menciptakan iklim kompetisi yang kondusif bagi kepentingan industri sepakbola dan tentunya prestasi sepakbola nasional. Namun di Indonesia seringkali terjadi bahwa penyelenggara, regulator dan pelaksana di lapangan berjalan sendiri-sendiri. APBD yang seyogyanya harus dicoret dari sumber pendanaan masih diijinkan untuk dipakai, hukuman dan sanksi yang semestinya tegas masih bisa dikompromikan dan klub merasa selalu punya uang untuk mengontrak pemain dengan harga mahal sedangkan pemain mudah merasa puas dengan apa yang sekarang sudah dicapai.
Inilah potret sepakbola Indonesia, sebuah stagnanisasi pemikiran mengenai kemajuan sepakbola di Indonesia. Belum ada tokoh revolusioner di dalam tubuh PSSI yang berani merubah wajah sepakbola Indonesia, belum ada pendobrak tatanan sepakbola yang sampai saat ini sudah dianggap mapan. Kunci berkembang atau tidak sepakbola Indonesia berada pada titik ini, kalau belum ditemukan manusia yang mampu mendorong terciptanya iklim sepakbola yang baik di Indonesia, jangan pernah berharap sepakbola Indonesia bisa berprestasi.

FIFA Beri Restu PSSI Tindak LPI

PSSI segera memberhentikan kompetisi tandingan Liga Primer Indonesia (LPI). Keputusan tersebut dilakukan setelah federasi sepak bola tertinggi negeri ini mendapat mandat dari FIFA.  PSSI mengklaim sudah mendapatkan izin tertulis dari FIFA. Surat berisi pemberhentian kompetisi LPI tersebut diterima pada Rabu (9/2) pagi. Sekjen PSSI Nugraha Besoes mengungkapkan, secepatnya permintaan penghentian kompetisi kepada Konsorsium LPI akan diberikan.  ”Kami sudah menerima instruksi tertulis dari FIFA. Mereka memberikan otoritas kepada kami untuk mengambil langkah konkret terkait LPI. Kami akan memberhentikan LPI sesuai isi surat mereka. Dalam waktu dekat, kami akan berkirim surat pembekuan kepada mereka,” kata Nugraha, kemarin.  LPI sudah bergulir sejak Jumat (1/1) di Solo. Kompetisi tandingan tersebut saat ini diikuti 19 klub. Jumlah tersebut menggelembung setelah tiga klub Indonesia Super League (ISL) bergabung. Mereka yang memilih kostum baru LPI adalah Persema Malang, PSM Makassar, dan Persibo Bojonegoro. Sampai laga Minggu (13/2), rata-rata klub LPI sudah menggelar empat pertandingan.  ”Nantinya LPI juga akan dibubarkan karena keberadaannya ilegal. Kami akan ber koordinasi internal dengan anggota Exco (Komite Eksekutif) PSSI lebih dahulu sebelum membubarkan mereka,” lanjutnya.  PSSI sebelumnya sempat mengancam akan membekukan status pemain, pelatih, wasit, bahkan agen bila terlibat dengan kegiatan LPI. Mereka sudah mengeliminasi striker Persema Malang Irfan Bachdim dari timnas.  ”Kami saat ini sudah memiliki kekuatan hukum untuk menindak LPI. PSSI akan menindak LPI dengan regulasi sepak bola, baik yang berlaku di sini juga FIFA,” tandasnya.  Nugraha menambahkan, sikap tegas akan diberlakukan bagi pemain asing yang merumput di LPI. PSSI akan meminta negara untuk mendeportasi pemain asing tersebut. Sebab, keberadaannya menyalahi regulasi.  ”Semua pemain akan ditindak, termasuk pemain asing. Pemain asing akan dideportasi. Keberadaan mereka di sini lemah secara legal karena tidak memiliki dasar hukum jelas. Semua administrasi harus melalui federasi,” tambahnya.  Dukungan dan persetujuan FIFA terkait status ilegal LPI tertuang dalam dua surat berbeda yang dikirimkan kepada Sekjen PSSI. Surat pertama bertanggal 9 Februari 2011 yang diteken oleh Director Member Association and Development FIFA Thierry Reganas. Surat kedua bertanggal 10 Februari 2011 dikirim dari Zurich dan ditandatangani oleh Deputi Sekjen FIFA Markus Katter. Dua surat tersebut sekaligus jawaban atau tanggapan atas dua surat yang sebelumnya dikirimkan oleh PSSI kepada FIFA.  Surat pertama dari PSSI dikirimkan kepada FIFA pada 27 Januari 2011 mengenai tindakan sanksi PSSI terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam LPI yang dinilai ilegal. Sedangkan surat kedua dikirimkan oleh PSSI kepada FIFA pada 1 Februari 2011 tentang hasil Kongres Tahunan PSSI dan mengenai rencana penyelenggaraan Kongres PSSI pada 19 Maret mendatang. Markus Katter dalam surat itu menegaskan bahwa FIFA dapat memahami.  Dengan demikian, badan sepak bola dunia menyetujui tindakan yang telah diambil pengurus PSSI terhadap seluruh pemain, pelatih, dan pengurus klub-klub sepak bola yang mengikuti LPI.  ”Sesuai dengan fungsinya, untuk melaksanakan pengawasan, pengendalian, dan mengorganisasi seluruh kegiatan persepakbolaan di wilayahnya. Maka, tindakan PSSI itu sudah sesuai dengan statuta ataupun peraturan-peraturan PSSI lain yang berlaku,” tulis Markus dalam suratnya itu.  Sementara itu, Thierry dalam suratnya yang juga ditujukan kepada Sekjen PSSI menyatakan bahwa FIFA dapat memahami sanksi yang telah dijatuhkan PSSI terhadap LPI.  ”Kami dapat memahami tindakan sanksi yang dijatuhkan PSSI terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam suatu kompetisi yang tidak sesuai dengan permintaan FIFA,” demikian bunyi tulisan Thierry.  Salah satu klub LPI, Persebaya 1927, menanggapi soal restu FIFA ke PSSI dengan santai. Komisaris Utama PT Persebaya Indonesia Saleh Ismail Mukadar mengatakan, jika PSSI memberikan sanksi, tindakan tersebut sudah di luar batas. Masalahnya, Persebaya dan sejumlah klub yang berbelok ke LPI sudah dikeluarkan dari PSSI. Keputusan itu menurut Saleh merupakan sanksi terberat dalam organisasi.  ”Di Bali, kemarin, beberapa tim tak boleh ikut kongres, termasuk Persebaya 1927. Sekaligus sudah ada surat pemecatan untuk tim yang ke LPI. Itu kan sudah sanksi terberat dalam organisasi. Kalau PSSI mau memberikan sanksi lagi, itu jelas lucu. Kami kan tidak lagi di bawah PSSI,” ujar Saleh. (estu santoso/sindo)

Tim nasional sepak bola Indonesia

Tim nasional sepak bola Indonesia pernah memiliki kebanggaan tersendiri, menjadi tim Asia pertama yang berpartisipasi di Piala Dunia FIFA pada tahun 1938. Saat itu mereka masih membawa nama Hindia BelandaHongaria, yang hingga kini menjadi satu-satunya pertandingan mereka di turnamen final Piala Dunia. Ironisnya, Indonesia memiliki jumlah penduduk yang sangat banyak dan memiliki masyarakat dengan minat yang sangat tinggi terhadap olahraga sepak bola, menjadikan sepak bola olahraga terpopuler di Indonesia (selain bulu tangkis), namun Indonesia tidaklah termasuk jajaran tim-tim kuat di Konfederasi Sepakbola Asia. dan kalah 6-0 dari
Di kancah Asia Tenggara sekalipun, Indonesia belum pernah berhasil menjadi juara Piala AFF (dulu disebut Piala Tiger) dan hanya menjadi salah satu tim unggulan. Prestasi tertinggi Indonesia hanyalah tempat kedua di tahun 2000, 2002, dan 2004, dan 2010 (dan menjadikan Indonesia negara terbanyak peraih runner-up dari seluruh negara peserta Piala AFF). Di ajang SEA Games pun Indonesia jarang meraih medali emas, yang terakhir diraih tahun 1991.
Di kancah Piala Asia, Indonesia meraih kemenangan pertama pada tahun 2004 di China setelah menaklukkan Qatar 2-1. Yang kedua diraih ketika mengalahkan Bahrain dengan skor yang sama tahun 2007, saat menjadi tuan rumah turnamen bersama Malaysia, Thailand, dan Vietnam.

Minggu, 06 Februari 2011

Dampak Positif LPI Bagi Perkembangan Sepak Bola Indonesia

Di sini, saya bukan berbicara atas nama LPI. Saya berbicara atas nama pribadi mengenai penilaian saya tentang kompetisi yang baru-baru ini muncul dan menghebohkan jagat sepak bola tanah air: LPI. Singkatan untuk Liga Primer Indonesia. Kompetisi ini digagas oleh penguasaha kondang pemilik Medco Group, Arifin Panigoro. Setau saya, bang Arifin ini dulu pernah tergabung dalam kepengurusan PSSI. Namun ia keluar. Mungkin karena tidak sejalannya visi antara ia dengan kepengurusan yang ada pada saat itu.
Kehadiran LPI menurut saya sangat berdampak positif bagi perkembangan sepak bola Indonesia. Memang belum banyak bukti yang bisa disajikan LPI mengingat kompetisi ini baru seumuran jagung alias baru mulai di tahun pertamanya. Namun gebrakan besar sudah mulai terlihat. Dimulai dengan konsep revolusioner untuk mengindustrikan sepak bola tanpa menggantukan setiap klub yang berlaga pada dana APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah). Satu hal ini saja menurut saya cukup revolusioner. Karena kita tahu bahwa kompetisi yang ada saat ini, LSI (Liga Super Indonesia) bentukan PSSI, sangat bergantung pada dana APBD. Uang rakyat yang seharusnya digunakan untuk kepentingan rakyat, malah digunakan untuk mengontrak pemain-pemain asing. Belum lagi kemungkinan uang ini dengan mudah dikorupsi oleh pihak-pihak yang terlibat.
Kucuran dana dari uang APBD ini tentu tidak sedikit. Bayangkan jika kita merata-ratakan setiap tim yang berlaga di ISL menghabiskan dana sekitar 15 miliar untuk satu musimnya. Ada berapa tim yang berlaga di kompetisi ISL? Puluhan. Belum lagi yang berlaga di divisi utama yang juga mendapatkan kucuran dana dari uang APBD. Sama banyaknya. Jika boleh berandai, seandainya kompetisi yang ada (LSI) memiliki konsep seperti LPI, maka anggaran dana yang jumlahnya ratusan miliar itu akan terselamatkan dan bisa kita muarakan pada saluran yang tepat seperti: pembinaan atlet usia muda serta pembangunan sarana dan prasarana olahraga. Kan pasti akan hebat jadinya?
Namun kita tahu bahwa kehadiran LPI ini tidak diakomodasi oleh otoritas sepak bola tertinggi tanah air yaitu PSSI. Bahkan cenderung untuk dimusuhi. PSSI tak mengijinkan LPI hadir di tanah air. PSSI malah mengklaim bahwa LPI adalah kompetisi ilegal. Semua perangkat yang terlibat di LPI akan “diberangus” alias dikenakan sanksi jika tetap nekat melanjutkan kompetisi. Bahkan PSSI telah melaporkan LPI kepada FIFA –otoritas tertinggi sepak bola dunia- agar segera memberikan sanksi. Entah apa yang mereka (PSSI) pikirkan. Orang tujuannya mulia: untuk memajukan sepak bola Indonesia. Ini malah dihalang-halangi.
Disisi yang lain, kehadiran LPI akan berdampak baik pada PSSI sendiri. Kehadiran LPI mau tidak mau segera “membangunkan” PSSI yang selama ini seolah tidur dari lamunannya yang panjang. Mau tidak mau PSSI harus segera berbenah jika tidak ingin kompetisinya (LSI) tergantikan oleh LPI. Biar bagaimanapun, LPI kan masih “anak bayi” karena baru terlahir ke dunia. Sedang ISL kan sudah tahunan. Tapi jika PSSI tidak segera membenahi kompetisinya, siap-siap saja untuk digantikan oleh LPI. PSSI harus mengeluarkan terobosan-terobosan baru agar tidak kalah bersaing. LPI tak mungkin dibendung kehadirannya karena ia adalah produk masyarakat yang menghendaki adanya kompetisi yang profesional. Kompetisi yang bersih dari segala intrik-intrik busuk. Kompetisi dimana setiap klubnya menjadi klub mandiri yang keuangannya tidak bergantung pada dana APBD. Entah bagaimana jadinya jika pemerintah mencabut dana APBD untuk klub-klub yang berlaga di LSI. Bisa hancur mereka. Inilah yang harus dipikirkan PSSI. Bukan saatnya untuk menjatuhkan lawan. Tapi saatnya untuk melihat ke dalam dan berbenah diri.
Kehadiran LPI dengan konsep industri sepak bola tentunya akan turut serta memajukan perkonomian negara. Klub-klub akan mandiri secara finansial (ditargetkan LPI bahwa empat tahun klub-klub sudah bisa mandiri). Ini pastinya akan menyedot banyak sekali tenaga kerja yang terlibat di sana. Perputaran uang di sepak bola tanah air akan semakin hidup dan membesar. Fasilitas-fasilitas serta produk-produk marcendise ikut merebak yang artinya akan semakin banyak lagi tenaga-tenaga kerja yang terlibat di sana. Maka bukan tidak mungkin jika dari sepak bola inilah perekonomian negara akan terangkat.
Memang LPI baru mulai. Mereka masih harus menunjukkan taringnya pada insan tanah air. Akan lebih bijak jika seandainya PSSI tidak menghalang-halangi niatan baik LPI yang ingin memanjukan sepak bola tanah air dengan caranya sendiri. Bukankah PSSI juga diuntungkan dengan hadirnya LPI ini? Kalo LPI sukses, bukannya akan lebih mudah bagi PSSI untuk mencari bibit-bibit pemain untuk membela timnas? Dengan demikian, potensi sepak bola tanah air akan lebih termaksimalkan.
Kita lihat saja babak-babak selanjutnya. Semoga semuanya bisa lebih dewasa lagi baik PSSI maupun LPI dalam menyikapi konflik. Semoga diperoleh titik tengah bagi keduanya. Demi kemajuan tanah air Indonesia. Semoga.

Sejarah Sepak Bola di Indonesia

sejarah sepak bola indonesia PSSISejarah Sepak Bola Indonesia menjadi keinginan banyak pihak untuk dibakukan sehingga publik mendapatkan informasi yang jelas, utuh, dan ilmiah. Kalau sejarah kerajaan besar di Nusantara saja dapat teridentifikasi, tapi mengapa sepak bola Indoonesia tidak juga ada kejelasan? Sayang sampai sekarang hal ini masih menjadi misteri yang tak terungkapkan.

Untuk memaparkan dan mengungkapkan sejarah Sepak Bola Indonesia di shalimow.com dilakukan dengan pencarian dengan mesin pencarianpun tak kunjung mendapat sajian informasi yang memadai. Demikian juga dengan menelusurinya melalui pustaka, mulai dari took buku sampai toko buku bekas di kawasan Senin, Jakarta tak kunjung jua mendapatkan informasi penting juga.

Sempat terfikir oleh aku bahwa jangan-jangan memang belum ada satupun dokumen yang validitasnya kuat yang mengungkap Sejarah Sepak Bola Indonesia. Atau paling tidak hasil penelitian sejarah mengenai Sejarah Sepak Bola Indonesia oleh para sejarahwan, dst. Dan ketika menuliskan artikel ini saya semakin yakin akan dugaan bahwa Sejarah lahirnya Sepak Bola Indonesia memang belum ada.

Kesulitan yang pasti terjadi adalah tidak ditemukanya dokumen sejarah seperti lazimnya peninggalan purbakala yang berupa candi, tulisan di daun lontar, alat-alat, dll. Mungkin juga karena olahraga sepakbola dianggap sebagai aktifitas sosial yang kurang penting sehingga tidak terdokumentasikan dengan baik oleh nenek moyang kita. Agak berbeda dengan beberapa peninggalan sejarah Romawi dan Eropa ynag menemukan akan aktifitas sepak bola.

Hal yang sama juga terjadi pada pencarian mengenai sejarah munculnya olahraga sepak bola dimuka bumi ini yang masih juga mengundang perdebatan. Beberapa dokumen sejarah dunia menjelaskan bahwa sepak bola lahir sejak masa Romawi, sebagian lagi menjelaskan sepak bola berasal dari negeri Tiongkok, dst.

Disisi lain Bill Muray, seorang sejarahwan sepak bola, dalam bukunya The World Game: A History of Soccer, menjelaskan bahwa permainan sepak bola sudah dikenal sejak awal Masehi, masyarakat Mesir Kuno sudah mengenal teknik membawa dan menendang bola yang terbuat dari buntalan kain linen.
Menurut pendapat saya benang kusut tentang sejarah sepakbola Indonesia bisa mulai diurai dengan meneliti dokumen sejarah Indonesia yang ada di negeri Belanda. Menurut analisa saya sejarah olahraga sepakbola ini diawali oleh pendatang dari luar negeri, bukan dari Indonesia asli. Jadi beberapa kemungkinannya adalah:

1. Para pedagang dari negeri Tiongkok sekitar abad 7 M yang mulai masuk wilayah nusantara khususnya diwilayah kerajaan Sriwijaya. Seperti diketahui permainan masyarakat Cina abad ke-2 sampai dengan ke-3 SM sudah mengenal olah raga sejenis sepak bola yang dikenal dengan sebutan “tsu chu “.
2. Dibawa masuk ke Indonesia oleh para pedagang dari negeri Belanda, kalau mereka awal masuknya ke Indonesia sekitar tahun 1602 M maka sepakbola lahir dari perkembangan aktifitas dagang mereka di Indonesia.

Kedua kemungkinan lahirnya sejarah sepakbola diatas dapat menjadi kebenaran atau pula menjadi kesalahan, namun tidak ada yang boleh menjustifikasi kedua hal tersebut kecuali atas dasar fakta sejarah yang kuat. Disinilah letaknya urgensi dilakukanya penelusuran sejarah sepak bola nasional Indonesia.

Kita semua berharap pemerintah melalui kementrian pemuda dan olahraga dapat juga memperhatikan akan hal ini sehingga sejarah olahraga nasional tidak kehilangan obor. Beberapa seminar sejarah atau penelitian tentang hal ini mungkin sangat urgen untuk dilakukan sehingga memberikan beberapa titik awal kejelasan sejarah lahirnya sepakbola nasional.
Diterbitkan di: Januari 08, 2010   Diperbarui: Oktober 05, 2010

Lebih lanjut tentang: Sejarah Sepak Bola di Indonesia

DEBAT: Sepakbola Indonesia, Maju Atau Mundur?

Ketika pertama kali dibentuk tahun 1930, PSSI bertujuan menjadi alat pemersatu bangsa. Sepakbola dari rakyat, dimainkan oleh rakyat, dan berguna untuk rakyat,” ujar Nurdin Halid, ketua umum PSSI, saat menyampaikan pidatonya di depan ratusan peserta Munaslub di sebuah hotel mewah di kawasan Ancol, Jakarta, yang disiarkan langsung sebuah stasiun televisi nasional.

“Apakah sampai sekarang masih pantas sepakbola dijadikan sebagai alat perjuangan? Saya jawab, Ya,” lanjut Nurdin.

Pernyataan Nurdin itu mengisyaratkan bahwa sepakbola Indonesia hingga saat ini masih menjadi alat perjuangan bangsa ini menuju ke arah yang lebih baik. Artinya, sepakbola dianggap bukan sebagai olahraga yang berdasarkan bisnis seperti halnya di negara-negara lain, terutama Eropa.

Namun Nurdin segera melanjutkan pernyataannya. Perkembangan sepakbola yang semakin pesat di berbagai negara membuat PSSI harus segera berbenah. Berkiblat kepada induknya, FIFA, PSSI pun mengumpulkan seluruh anggotanya untuk ikut mensahkan pedoman dasar yang sesuai dengan statuta FIFA.

Ketua Umum PSSI Bertemu Presiden AFC di AFC House

Delegasi PSSI yang dipimpin langsung oleh Ketua Umum Nurdin Halid Selasa (11/9) bertemu Presiden Konfederasi Sepakbola Asia (AFC) Mohamed bin Hammam di AFC House, Kuala Lumpur, Malaysia. Dalam kunjungannya ke markas besar AFC ini Nurdin Halid antara lain didampingi Sekjen PSSI, Nugraha Besoes. Kunjungan pengurus teras PSSI ke AFC ini memenuhi undangan Mohamed bin Hammam, yang selama berlangsungnya Piala Asia lalu lebih banyak berada di Indonesia.

AFC memandang Indonesia sebagai negara penyelenggara Piala Asia paling sukses, dibandingkan dengan Malaysia, Vietnam dan Thailand. Rekor penonton selama berlangsungnya Piala Asia di Indonesia melampaui jumlah keseluruhan penonton babak penyisihan Piala Asia di tiga negara penyelenggara lainnya itu. Oleh karena itu, AFC memberkan apresiasi khusus kepada PSSI.

Kunjungan Nurdin Halid ke AFC juga dikaitkan dengan rencana pemberian bantuan oleh AFC untuk pembinaan sepakbola di Indonesia. AFC sangat senang dengan perkembangan sepakbola di Indonesia, sebagaimana ditunjukkan oleh timnas senior Indonesia yang tampil impresif di babak penyisihan Piala Asia tersebut.

Presiden AFC Mohamed bin Hammam menyatakan, penampilan menawan timnas Indonesia di Piala Asia merepresentasikan perkembangan sepakbola Indonesia yang cukup signifikan.

"Tim Indonesia adalah tim underdog, tetapi mereka telah menunjukkan pantas diperhitungkan," demikian antara lain dikemukakan Hammam.

Timnas Indonesia yang tak diperhitungkan di Piala Asia telah memberikan kejutan yang memuaskan jutaan pecintanya dengan keberhasilan mengalahkan Bahrain 2-1 pada pertandingan perdana. Tim Indonesia kembali nyaris membuat kejutan besar dengan membagi skor 1-1 dengan Arab Saudi hingga beberapa menit sebelum pertandingan berakhir, namun akhirnya harus menyerah 1-2 pada injury-time. Setelah itu, tim Indonesia mampu memberikan perlawanan yang luar biasa pada Korea Selatan, walau akhirnya harus menyerah 0-1.

"Kegagalan kami untuk lolos dari penyisihan grup tentu mengecewakan, tetapi kami sangat puas dengan penampilan para pemain," ungkap Ketua Umum PSSI Nurdin Halid seusai pertemuan dengan Hammam dan petinggi AFC lainnya, Selasa siang.

Nurdin Halid juga menyatakan, pasca Piala Asia, perkembangan sepakbola Indonesia akan lebih signifikan, terutama berkat dukungan media-massa dan fanatisme penonton.

"Kami percaya bahwa masa depan sepakbola Indonesia akan lebih baik. Kami akan bekerja lebih keras untuk mencapai itu," terang Nurdin Halid, yang juga merencanakan untuk meluncurkan kembali program Vision Indonesia sebagai bagian dari Vision Asia.

Dalam pertemuan dengan Hammam dan jajaran petinggi AFC lainnya Nurdin Halid juga mengemukakan tentang Visi 2020 yang dikemas PSSI. Menurut Ketua Umum PSSI itu, dengan dukungan media massa, pecnta sepakbola nasional, khususnya pula pemerintah dan partisipasi sponsor, Indonesia akan menjadi salah satu kekuatan sepakbola yang disegani di masa depan.

Nurdin Halid juga menguraikan tentang rencana PSSI melaksanakan kompetisi Liga Super yang akan diselenggarakan mulai Maret 2008.(adi)